Jumat, 09 Maret 2012

Akhir Masa Kekuasaan Ferdinand Marcos

         Sejumlah kejadian penting pada bulan Februari 1986 telah mengakibatkan perubhan pada wajah politik Filipina. Benigno Aquino yang tewas terbunuh memperolek kemenangan yang tidak berhasil diraih semasa hidupnya. Corazon Aquino ( Corry ) janda Benigno terpilih menjadi presiden Filipina, sementara Ferdinand Marcos, saingannya, terpaksa tinggal di Amerika Serikat sebagai orang terbuang.

            Kemerosotan perekonomian yang berlarut-larut semakin meluasnya pemberontkan komunis, serta bertambah besarnya tekanan yang dilakukan Amerik Serikat yang menginginkan adanya langkah-langkah pembaruan menyebabkan Marcos mengambil keputusan untuk mengadakan pemilihan Presiden pada tanggal 7 February 1986.

            Di antara para pendukung Ny. Aquino yang telah bekerja dengan efektif selama kampanye terdapat sejumlah besar pria dan wanita dari golongan menengah diatas, yang tergugah kesadaran politiknya karena peristiwa pembunuhan terhadap Aquino. Beberapa dari mereka menerjunkan diri secara aktif, menggabungkan diri ke dalam staf kampanye. Walau  hanya untuk sebagian saja berhasil dalam mengamankan proses pemungutan suara dari rongrongan pemalsuanuntuk memenangkan Marcos, namun NAMFREL akhirnya memperoleh pengakuan kalangan luas.

            Gereja Katolik juga memainkan peranan besar sebagai sekutu calon-calon pihak oposisi, kenyataan mana tidak terlalu ditutup-tutupi. Kardinal Sin secara pribadi yang memujuk Corazon Aquino agar mau tampil sebagai pasangan Salvador Laurel dan tokoh Gereja Katolik itu juga mendesak Laurel agar mau menerima posisi nomor dua.

            Stasiun radio Gereja yang mendobrak monopoli pemerintah atas jalur-jalur komunikasi massa, ditambah surat-surat Gembala dari para uskup yang dibacakan di seluruh Gereja Katolik di Filipina. Akhirnya, Kardinal Sin lagi memobilisasikan apa yang kemudian menjadi popular yang istilah POPLE POWER.
           
            Militer yang begitu diutamakan oleh Marcos, kemudian ternayata tidak dapat dijadikan andalan. Terjadi keretakan dalam tubuh Angkatan Bersenjata Filipina, antara para pendukung rezim dan pembela Negara dan perkembangan inilah yang kemudian menjatuhkan Marcos.

            Tindakan Marcos yang dilancarkan setelh dilaksanakaan pemilihan yaitu menangkapi para anggota gerakan pembaru termasuk Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dan Jenderal Fidel Ramos yang merupakan tokoh-tokoh pelindung mereka merangsang terjadinya pemberontakan pada yang lebih dini dan berhasil.

            Meski partai-partai politik dapat saja berganti-ganti nama dan menjalin berbagai aliansi baru, namun peta politik akan terus berbagai tiga dan terdiri dari kelompok-kelompok reformis konservatif, democrat liberal dan demokrasi nasional. Corazon Aquino dan Salvador laurel sebagai tokoh-tokoh pemimpin kelompok reformis konservatif, terpaksa menghadapi unsure-unsur dari kubu oposisi demokratik yang lebih berhaluan nasionalis dan yang menginginkan pembaruan struktur social, kedua kelompok ini tidak ikut mengajukan calon-calon mereka dari tahun 1984 dan1986 dan karenanya tidak memiliki wakil diantara para anggota yang terpilih masuk badan eksekutif maupun legislative dari pemerintahn yang terbentuk sesudah Marcos digulingkan.

            Perkembangan demikian akan menyebabkan terciptanya kembali system dua partai tetapi dengan partai-partai yang lebih berbeda coraknya dibandingkan dengan yang ada pada sebelum UU darurat.

            Sementara para mahasiswa Katolik ikut aktif mendukung pencalonan Aquino-Laurel dan menjadi sukarelawan NAMFREL, kalangan mahasiswa yang lebih radikal dan menjadi anggota Kabatan Makabayan mengambil sikap memboikot pemilihan presiden.

            Partai komunis Filipina ( CCP ) dan organisasi tameng mereka yang beraneka ragam itu juga tidak ikut berperan dalam kemenangan yang diraih oleh kombinasi Aquino-Laurel. Ny. Aquino bahkan menampik tawaran bantuan mereka. Rasanya mustahil NPA mau melepaskan keunggulan-keunggulan yang berhasil direbutnya di segi perjuangan senjata, dengan imbalan akan bersaing dalam pemilihan menghadapi tokoh presiden yang baru popular, dengan hasil yang belum pasti.

            Setelah menawarkan rekonsiliasi kepada Tentara Rakyat baru ( NPA ) kini presiden Aquino harus membuktikan bahwa ia lebih mampu daripada pendahulunya dalam menghadapi tentara bersenjata mereka. Jadi kemungkinan baginya untuk dapat merendam ancaman yang datang dari NPA akan tergantung dari kemampuannya untuk tidak saja menyebabkan segarnya kembali prekonomian serta pulihnya hak-hk warga Negara di Filipina tetapi jug menumbuhkan perasaan akan adanya perkembangan menuju keadilan social.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar